Demang Lehman, Sang Panglima Perang Pangeran Hidayatullah (Perang Banjar)

Demang Lehman

Foto Demang Lehman panglima perang Pangeran Hidayatullah.
(Kepala beliau dibawa ke Belanda dan sampai sekarang masih di musium Belanda)

Beliau disergap di Batulicin ketika sedang sembahyang dan kemudian digantung di alun-alun Martapura pada tanggal 27 Februari 1863 / 8 Ramadhan 1279 H. Ucapan beliau terakhir :
” BANJAR A…KAN BEBAS JIKA DIPALAS DENGAN DARAH”

Menurut sdr Yanuar Ikbar* ada 3 Kepala Urang Banjar di Belanda
(mungkin berada di musium perang” Troopen Muzium di Amsterdam”) :
1. Syahidin Demang Leman
2. Syahidin Prabu Anom Dinding Raja ( Jalil )
3. Syahidin Penghulu H. Rasyid.

Sangat diharapkan bantuan agar kepala2 beliau dapat dibawa kembali , agar dapat disatukan dengan jasad / dikuburkan secara layak!!!
Amin…

*Ph.D – Historical di Malaysia Thesis tentang Pangeran Hidayatullah & penelitian beberapa bulan sampai ke negeri Belanda.

10 Responses to “Demang Lehman, Sang Panglima Perang Pangeran Hidayatullah (Perang Banjar)”


  1. 1 ipmaba January 20, 2010 at 10:22 pm

    Assalamualaikum Wr.wb.

    Alhamdulillah…
    Menurut kabar dari ANTARA News, Dinas Pariwisata Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata segera menelusuri keberadaan tengkorak Demang Lehman yang kabarnya tersimpan di Museum Leiden di Belanda.

    “Februari 2010 ini tim Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata akan berangkat ke Belanda memastikan apa benar tengkorak Demang Lehman ada di negara tersebut,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kalsel Bihman Mulyansah di Banjarmasin, Minggu.

    Menurut dia, informasi tentang keberadaan tengkorak Demang Lehman masih simpang siur, sehingga untuk memastikannya perlu upaya untuk menelusurinya langsung ke museum tempat tengkorak pahlawan Kalsel tersebut disimpan.

    Kenapa harus pemerintah pusat, kata dia, karena urusannya sudah antar negara, sehingga secara regulasi, daerah tidak bisa melakukan sendiri.

    Kalau ternyata tengkorak panglima perang dalam perang Banjar itu benar tersimpan di musium Belanda, maka pihaknya akan berupaya untuk menjemputnya.

    “Selanjutnya akan kita kubur sebagaimana layaknya seorang pahlawan,” katanya.

    Mari kita tunggu bersama bagaimana hasil dari penelusuran tersebut.

  2. 2 Rusman February 24, 2010 at 5:47 am

    Demang Lehman, sebaiknya di usulkan menjadi Pahlawan Nasional

  3. 3 alamnirvana March 31, 2010 at 8:08 am

    Banyak tokoh pejuang perang Banjar dari kalangan suku Banjar dan suku Dayak, semuanya memang Pahlawan, setidaknya kalau tidak menjadi Pahlawan Nasional ditetapkan sebagai Pahlawan Daerah.

    Syahidin Prabu Anom Dinding Raja ( Jalil ) itu mungkin sebenarnya Adipati Anom Dinding Raja (= Jalil Tumenggung Macan Negara). Adipati Anom (adipati muda) ini diangkat Pangeran Hidayatullah II sebagai tandingannya Adipati Danoe Radja, gubernur Banua Lima yang pro pemerintahan Sultan Tamjidullah II yang didukung Belanda.

    • 4 ipmaba April 24, 2010 at 1:21 am

      Kutipan dari WAPEDIA

      Wiki: Tumenggung Jalil

      Tumenggung Jalil gelar Kiai Adipati Anom Dinding Raja (lahir : Kampung Palimbangan, Amuntai, Hulu Sungai Utara tahun 1840, wafat : Benteng Tundakan, Balangan 24 September 1861 ) adalah panglima perang dalam Perang Banjar dengan basis pertahanan di Banua Lima, pedalaman Kalimantan Selatan. Jalil, namanya sejak kecil . Jalil merupakan seorang jaba bukan berdarah bangsawan. Sejak kecil dia dikenal pemberani dan pendekar dalam ilmu silat. Pada waktu berusia 20 tahun dia terlibat dalam perlawanan terhadap Belanda di Desa Tanah Habang dan Lok Bangkai. Karena kepahlawanannya dia dikenal sebagai Kaminting Pidakan (jagoan/jawara).

      Daftar isi:
      1. Jalil Menyusun Kekuatan
      2. Pertempuran di Amuntai, Balangan dan Tabalong
      3. Benteng Batu Mandi dan Benteng Tabalong
      4. Pertempuran di Benteng Tundakan 24 September 1861

      1. Jalil Menyusun Kekuatan

      Jalil diberi gelar Tumenggung Macan Negara oleh Sultan Tamjidillah II, karena itulah ia dikenal juga dengan sebutan Tumenggung Jalil. Kemudian Tumenggung Jalil memihak kepada Pangeran Hidayatullah dan diberi gelar Kiai Adipati Anom Dinding Raja oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1859 Tumenggung Jalil telah menyusun kekuatan di Banua Lima. Tumenggung Jalil membuat pos-pos penjagaan di sekitar Babirik, Alabio dan Sungai Banar. Di sekitar Masjid Amuntai didirikan benteng. Di sungai dibuat rintangan-rintangan sehingga mempersulit bagi kapal yang akan lewat.

      2. Pertempuran di Amuntai, Balangan dan Tabalong

      Pada awal Februari 1860, Belanda mengerahkan kapal-kapal perang Admiral van Kingsbergen dan kapal Bernet dengan beberapa ratus serdadu dan pasukan meriam dipimpin oleh Mayor G.M. Verspyck. Kapal perang itu akhirnya sampai di Alabio, dan seterusnya terpaksa menggunakan kapal atau perahu yang lebih kecil karena rintangan yang banyak di sungai.
      Pertempuran terjadi disekitar Masjid Amuntai. Dari masjid inilah keluar prajurit-prajurit rakyat yang tidak mengenal lelah menyerbu dengan hanya bersenjatakan tombak, parang bungkul dan mandau dengan meneriakkan Allahu Akbar menyerbu Belanda. Korban berjatuhan dan perang berhadapanpun terjadi. Semangat membela agama dan berjuang melawan orang kafir dan mati dalam perang itu adalah semangat patriotisme yang tinggi yang mengisi dada setiap rakyat yang bertempur melawan penjajah Belanda.
      Benteng di sekitar masjid dipertahankan dengan kuat dibawah pimpinan Matia atau Mathiyassin pembantu utama Tumenggung Jalil dengan gagah berani mengamok menyerbu serdadu Belanda. Beratus-ratus yang menjadi syuhada dalam pertempuran itu, 44 orang diantaranya dimakamkan di Kaludan. Rumah-rumah penduduk ikut menjadi korban terbakar serta kampung di sekitarnya menjadi saksi kepahlawanan rakyat Amuntai mempertahankan agama. Diantara kampung yang musnah adalah Kampung Karias, dan diantara rumah penduduk yang musnah terdapat rumah Tumenggung Jalil. Di bekas benteng yang hancur, dijadikan Belanda bivak, benteng baru terletak di pertemuan sungai Balangan dan sungai Tabalong. Pertempuran ini terjadi pada 9 Februari 1860.
      Pasukan-pasukan Pangeran Hidayatullah yang tersebar di sekitar Barabai bergabung dengan pasukan Tumenggung Jalil dan dapat menahan gerakan serdadu Belanda di sekitar Pantai Hambawang. Dalam pertempuran yang terjadi di Lampihong diantara serdadu Belanda yang menjadi korban adalah Kapten de Jong.
      Pertempuran ini menyebabkan serdadu Belanda mundur.
      Bantuan serdadu Belanda kemudian diangkut dengan kapal perang Boni pada tanggal 15 Mei 1860 menuju dan memudiki sungai Tabalong. Sebelum mencapai daerah Tabalong, serdadu Belanda menghadapi serbuan rakyat disepanjang sungai yang dilewati. Sesampai di daerah Tabalong, terjadi pertempuran dengan pasukan Tumenggung Jalil. Perlawanan rakyat cukup sengit menyebabkan serdadu Belanda terpaksa mundur ke daerah Kelua dan Amuntai. Baru bulan Juni 1860 Belanda berhasil menduduki daerah Tabalong. Serdadu Belanda menghadapi perlawanan dari pasukan Pengeran Hidayatullah, pasukan Jalil dan pasukan Pangeran Antasari, Tumenggung Surapati yang berpusat di Tanah Dusun.

      3. Benteng Batu Mandi dan Benteng Tabalong

      Tumenggung Jalil kemudian membuat benteng di Batu Mandi dan dari benteng ini dapat memutuskan hubungan serdadu Belanda antara Barabai dan Lampihong. Benteng ini terletak di atas sebuah bukit dan di sekitarnya diberi rintangan-rintangan, seperti parit-parit, lubang perangkap, tali jerat dan potongan pohon kayu besar yang sewaktu-waktu dapat digulingkan dari atas bukit. Benteng ini dipercayakan kepada Penghulu Mudin. Ketika serdadu Belanda menyerbu dan menaiki bukit yang dijadikan benteng ini, banyak sekali korban dari pihak Belanda, karena jebak (ranjau) yang dibuat. Diantara yang jatuh korban adalah pimpinan penyerbuan ini Sersan van de Bosch.
      Karena gagal menaiki benteng tersebut, serdadu Belanda menembaki benteng ini dengan meriam dari bawah. Sementara itu Pangeran Antasari memperkuat benteng Tabalong. Pangeran Antasari menaikkan bendera di atas benteng itu, yaitu bendera merah dengan dua buah keris bersilang.
      Benteng Batu Mandi dipersiapkan dengan sungguh-sungguh oleh Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah.
      Disamping itu terdapat pula Pangeran Syarif Umar, ipar Pangeran Hidayatullah, Pangeran Usman kemenakan Pangeran Hidayatullah.
      Sedangkan Tumenggung Jalil mempersiapkan pertahanan di sepanjang sungai Balangan. Sebelum sampai ke benteng ini, terdapat kubu-kubu pertahanan di batang Balangan. Di daerah Batang Alai terdapat kekuatan dibawah pimpinan Demang Jaya Negara Seman dan Kiai Jayapati.
      Pusat kekuatan telah dibagi dan dipencar-pencar Pangeran Antasari tetap bertahan di sekitar Amuntai, Kalua dan Tabalong, sedangkan Jalil berada di pusat kekuatan di Pasimbi, yang berusaha menghambat gerakan serdadu Belanda menuju Batu Mandi. Kubu-kubu pertahanan Jalil selain di Pasimbi, juga terdapat di Lampihong, Layap, Muara Pitap dan lain-lain. Ketika serdadu Belanda sampai ke benteng Batu Mandi pada tanggal 13 Oktober 1860 ternyata benteng itu telah dikosongi.
      Belanda sangat kecewa karena sebelum mencapai benteng Batu Mandi, serdadu Belanda menghadapi perlawanan yang gencar dari segala pelosok, ternyata benteng itu telah kosong.

      4. Pertempuran di Benteng Tundakan 24 September 1861

      Garis pertahanan Pangeran Antasari antara benteng Pengaron, benteng Tundakan dan Gunung Tongka (di daerah Barito) merupakan basis perjuangan yang tak mudah ditaklukkan Belanda. Tumenggung Jalil setelah terpukul di Banua Lima, kemudian menggabungkan diri ke benteng Tundakan bersama-sama Tumenggung Baro dan Pangeran Maradipa. Ketika terjadi pertempuran menghadapi pasukan serdadu Belanda yang menyerbu benteng Tundakan, banyak korban berjatuhan kedua belah pihak.
      Benteng di dipertahankan dengan sekuat tenaga oleh para pejuang tak kenal menyerah.
      Mati syahid adalah idaman mereka dalam setiap pertempuran menghadapi orang kafir Belanda. Pertempuran itu terjadi pada 24 September 1861.
      Tumenggung Jalil mempertahankan benteng itu bersama-sama Pangeran Antasari dan tokoh pejuang lainnya. Benteng Tundakan hanya dipertahankan dengan 30 pucuk meriam dan senapan jauh lebih kecil dibanding dengan persenjataan Belanda. Meskipun dengan persenjataan yang kecil, tetapi dengan semangat juang tak kenal menyerah,
      akhirnya Belanda terpaksa mundur dan dapat dihalau dari tempat pertempuran.
      Dengan demikian benteng Tundakan dapat dipertahankan dan diselamatkan. Setelah usai ternyata Tumenggung Jalil gugur sebagai kesuma bangsa. Mayatnya ditemukan dalam tumpukan tumpukan mayat-mayat serdadu Belanda, jauh di luar benteng. Ketika perang sedang berkecamuk, Tumenggung Jalil mengamok ke tengah-tengah musuh, dan dia menjadi korban bersama-sama serdadu Belanda yang dibunuhnya. Tumenggung Jalil menjadi syahid, seorang putera bangsa terbaik telah hilang.
      Kebencian Belanda kepada Tumenggung Jalil sebagai musuhnya yang paling ditakutinya, berusaha mencari dimana kuburan Tumenggung ini. Akhirnya penghianat perjuangan memberi tahu letak kuburan tersebut.

      Kuburan beliau dibongkar kembali oleh kaki tangan Belanda, tengkoraknya diambil dan disimpan di Negeri Belanda, sisa mayatnya dihancurkan dan dia pejuang bangsa yang tidak mempunyai kubur.

      Al-Fatihah buat sidin! Bismillahirrahmannirrahim…

  4. 5 syaiful April 2, 2010 at 1:28 pm

    asik juga saya membaca yulisan yang ada di blog mu, salam kenal saja dari saya di Pekanbaru Riau

  5. 8 lukman February 24, 2011 at 1:44 am

    Kalaw boleh saya tau..
    Apa ini di ambil dari sejarah perang banjar..

  6. 10 Orang gila lagi waras May 13, 2011 at 12:19 am

    tolong dong om produser..buatkan filmnya tuh cos kalo disimak secara mendalam sangat heroik dan mengharubirukan kalau kita liat dari sisi kemanusiaannya


Leave a comment